Sabtu, 20 Oktober 2007

Catatan PLDPS

CATATAN PAMERAN LUKISAN DAN
DIALOG PERUPA SE-SUMATERA

Fauzi Z *
Bagai arus Sungai Batanghari, keberadaan Perupa Sumatera terus mengalir. Walau sesekali dihiasi riak dan gelombang tak menyurutkan semangat untuk terus membangun silahturahmi antar perupa. Untuk satu tujuan “tumbuh dan berkembang dalam kebersamaan”.

Pameran Lukisan dan Dialog Perupa Se-Sumatera (PLDPS) adalah salah satu wujud dari kebersamaan yang sudah terjalin dalam kurun waktu yang cukup lama. Peristiwa penting ini dirasakan perlu untuk terus dirawat keberlanjutannya, dijaga dan ditingkatkan kualitas pelaksanaannya. Dalam kesempatan ini, saya menghaturkan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah turut mendukung terlaksananya pameran ini sehingga dapat memberikan arti tersendiri bagi perjalanan Seni Rupa Sumatera. Sehingga kelak, Perupa Sumatera tak hanya mengalir dan membuahkan riak-riak saja, namun dapat menjadi “gelombang” besar yang dapat terus memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan Seni Rupa di Indonesia.

Upaya hidup Seni Lukis Sumatera selama hampir 15 tahun terakhir menarik untuk dikaji. Pasang surut sudah menjadi fenomena yang biasa dialami para perupa. Tumbuh dan berkembang atau layu dan mati adalah peristiwa yang juga sudah sangat biasa terjadi. Namun sebagai ungkapan rasa dan sebagai wujud kebutuhan, Seni Lukis tak ingin mati. Tak sedikit pameran yang digagas berbagai komunitas seni dan lembaga pemerintah digelar di berbagai provinsi di Sumatera. Namun berbagai persitiwa itu dirasa belum menempati tempat sebagaimana mestinya.

Pun halnya dengan PLDPS yang hingga saat ini telah menapak pelaksanaan yang ke-10 kali. PLDPS diharapkan dapat menjadi kekuatan pergerakan Seni Lukis Sumatera. Walaupun pada kenyataannya dibalik berbagai upaya penyelenggaraannya juga menyeruak optimisme akan revolusi sosial, budaya dan teknologi informasi yang berdampak pada proses penciptaan karya. Disisi lain, konsep yang diusung berlatar kondisi yang berbeda menjadi wadah untuk menampung beragam tradisi seni lukis di Sumatera yang kaya akan nilai-nilai budaya.

Namun begitu, semangat ini harus diimbangi dengan pamahaman konsep yang matang, jika tak ingin terjebak pada ketergantungan akan pencarian perbedaan—identitas--. Keragaman ritual tradisi dan perkembangan sosial, pendidikan dan faktor penunjang proses kekaryaan yang mengitari sosok Perupa Sumatera turut pula membentuk sikap, watak, kehendak, wawasan dan manifestasi para pelukis di Sumatera. Atmosfir ini memungkinkan untuk lahirnya pandangan yang cenderung bias terhadap eksistensi PLDPS. Selain kerap dianggap sebagai peta kekekuatan dengan perkembangan yang sangat luas, perdebatan sekitar kompleksitas dan kerumitan karya, latar antropologi dan filosofi yang beragam. Berkutat dengan permasalahan “mengambang” itu merupakan suatu perbincangan yang menghabiskan waktu dan energi.

Akan lebih bermakna jika kemudian turut pula diperbincangkan beberapa wacana yang menurut hemat saya justru merupakan suatu kebutuhan dalam realitas perkembangan Seni Lukis Sumatera. Seperti, pokok-pokok permasalahan yang jelas, harapan akan identifikasi latar belakang potensi yang gamblang dan batasan waktu yang lebih terukur. Tidak berlebihan kiranya, pada pelaksanaan PLDPS X ini, panitia penyelenggara memilih bingkai yang cenderung “lebih tajam” dalam upaya mengambil tempat –yang semestinya—sudah didiami Perupa Sumatera beberapa tahun kebelakang. Dengan segala kesederhanaannya menjadikan PLDPS sebagai area yang kompetitif dan media kebebasan berekspresi untuk menghasilkan karya lukis terbaik di Sumatera tanpa dibebani oleh persoalan yang seharusnya tidak perlu.

PLDPS di satu sisi dapat dipandang sebagai bentuk protes dan pemberontakan terhadap sebuah pengakuan tentang keberadaan Perupa di Sumatera. Di lain sisi, PLDPS juga merupakan parameter perkembangan Seni Lukis Sumatera. Untuk itu, pencapaian peningkatan kualitas kekaryaan dan hasil penyelenggaraan menjadi sangat penting untuk dicermati. Kalau kita sejenak menoleh perjalanan PLDPS dari tahun 1993 pada penyelenggaraan pertama hingga tahun 2007, menapak ke-10 kali keberadaannya terdapat beberapa catatan kecil yang kiranya dapat bermanfaat menjadi bahan untuk semakin mawas diri bagi kita Perupa Sumatera;

· PLDPS I Oktober 1993
Dilaksanakan di Jambi oleh Himpunan Seni Rupawan Indonesia Jambi (HSRI Jambi) dengan Taman Budaya Jambi.

· PLDPS II Oktober 1994
Dilaksanakan Taman Budaya Jambi dan Himpunan Seni Rupawan Indonesia Jambi (HSRI Jambi)

· PLDPS III Desember 1995
Terlaksana di Museum Negeri Riau, Pekan Baru bersama HPR (Himpunan Perupa Riau) dan Dewan Kesenian Riau. Salah satu hasil dari penyelenggaraanini melahirkan kesepakatan Perupa Sumatera untuk menyelenggarakan pameran lukisan bertempat diluar Sumatera. Tempat penyelenggaraan PLDPS IV direkomendasikan di luar Pulau Sumatera.

· PLDPS IV Maret 1997
Kegiatan Perupa Sumatera bekerja sama dengan Direktoral Jenderal Kebudayaan. Pameran terlaksana di Galeri Pasar Seni Jaya Ancol, Jakarta.

· PLDPS V Maret 1998
Bersamaan waktu pelaksanaannya dengan PPSS I. Bertempat di Taman Budaya Bengkulu. Pameran dilaksanakan oleh PLDPS dan Pergelaran dilaksanakan PPSS. Terciptalah kegiatan Taman Budaya se-Sumatera PPSS I di Bengkulu, PLDPS adalah aktivitas seniman Perupa Sumatera.

· PLDPS VI Februari 1999
Taman Budaya Lampung masih PLDPS sebagai panutan. Kegiatan masih bergabung dengan PPSS II. Aktivitas kebersamaan Pameran dan Pegelaran.

· PLDPS VII Oktober 1999
Dilaksanakan Taman Budaya Jambi bekerja sama dengan Kajanglako Art Centre. Pameran Lukisan dan Dialog Perupa VII se-Sumatera serta peserta seni tanah pilih Jambi. Dalam penyelenggaraan ini terhadap karya-karya terpilih Jambi. Upaya memberikan penghargaan pada Perupa, penyelenggara menghadirkan Kurator Nasional dan dosen Pasca Sarjana ISI Yogyakarta Suwarno Wisetrotomo. Dalam hajatan ini, kita mengusung karya Perupa Sumatera ke Jakarta di Galeri Nasional dengan tajuk “ Sumatera kekuatan yang tersembunyi “

· PLDPS VIII Jambi 2000
Diselenggarakan di ujung peralihan abad dan di ujung peralihan sistem pemerintahan yang kemudian berdampak pada proses berkesenian. Kaum pekerja seni seolah bertukar “induk”, dari Depdikbud ke Depbudpar. Mulusnya peralihan struktur pemerintahan di Jakarta ternyata tidak otomatis terjadi di daerah-daerah. Garis komando pemerintahan di daerah yang belum jelas membutuhkan waktu dan cara beradaptasi yang ternyata juga memerlukan daya kreatifitas yang tinggi pula. Beberapa program-program kesenian di daerah sempat tersendat-sendat, ada yang terkatung-katung, bahkan ada yang terpaksa gagal dilaksanakan. Dapat dimaklumi, karena umumnya kondisi di daerah masih menggantungkan dukungan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Namun kondisi ini tak mengurangi semangat para Perupa Jambi untuk kembali tampil ke depan dalam upaya mempertahankan kesinambungan PLDPS, hajatan yang telah menjadi komitmen bersama para Perupa Sumatera. Justru pada PLDPS VIII terjadi peningkatan fenomenal. Dalam kesempatan itu, keikutsertaan karya-karya dalam pameran tersebut melalui system kurasi yang ketat oleh curator independen yang ditunjuk oleh panitia penyelenggara. Adalah Maman Noor, M.Si, Kurator Nasional yang juga dosen Pasca Sarjana STSI Bandung yang dipercaya untuk melakukan seleksi.


· Tahun 2001 – 2003 ; Titik Antiklimak

Setelah berbagai kemajuan di peroleh dalam penyelenggaraan event tahunan PLDPS tersebut, akhirnya dalam rentang waktu yang cukup panjang 2001 s/d 2003 PLDPS menemui titik anti klimak. Berbagai persoalan global seperti krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak serius bagi Seni Lukis Sumatera. Beberapa daerah (Provinsi) yang ditunjuk untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan dalam kurun 2001 – 2003 tidak dapat terlaksana karena persoalan dukungan dana dan fasilitas yang tidak dapat diperoleh.

Meski begitu, komunikasi antar individu perupa terus berlangsung di berbagai even yang mempertemukan mereka seperti di Jakarta, Pekanbaru, Medan, Jambi dan berbagai kota lainnya. Dari pembicaraan-pembicaraan itulah akhirnya mengental dan menumbuhkan kembali semangat untuk dapat kembali menggelar Pameran PLDPS yang sudah cukup lama vakum tersebut. Akhirnya kesepemahaman kembali ditemukan dengan kebulatan tekad. Lampung kembali maju untuk menjadi tuan rumah perhelatan pasca kevakuman akibat krisis ekonomi tersebut.

· PLDPS IX Lampung 2004 (dari PLDPS ke PSRDPS)
Tata Nilai bergulir terus menerus bersama waktu yang tak henti berputar, berakselarasi. Fenomena perubahan dalam senirupa memaksa membongkar batas pandangan kita dalam sistem pengolahan.

Selama ini kegiatan senirupa di berbagai wilayah di Sumatera digagas, digerakkan dan dikelola oleh orang perorangan selingkungan senirupa sendiri. Hal ini tidak mampu menghambat tumbuh kembangnya regenerasi. Perubahan secara radikal perlu dilakukan agar kehidupan dunia senirupa Sumatera tidak akan kembali terpinggirkan dalam relasi perkembangan nasional.

Perubahan tidak hanya terjadi pada sistem pengelolaan semata. Dalam hal medan cipta karya pun terjadi medan karya tradisional dan konvensional. Sehingga memaksa kreator merubah konsep penyajian sebuah pameran. Menciptakan ruang kreativitas personal perlu lebih dikedepankan dan hal ini menjadi dasar ketika tema ‘Sumatransformation” yang diusung panitia PLDPS IX Lampung. Ini juga menjadi dasar ber-reinkarnasinya Pameran Lukisan dan Dialog Perupa se-Sumatera (PLDPS) menjadi Pameran seni Rupa dan Dialog Perupa se-Sumatera (PSRDPS). Lukisan yang dalam perhelatan sebelumnya menjadi media kreatif sentral, dalam PSRDPS --digelar bersamaan dengan Lampung Art Ekspo-- berkembang menjadi ajang pameran karya kreatif senirupa secara umum. Dengan menampilkan berbagai bentuk dan media kreatif senirupa lainnya.

Ditandai dengan keikutsertaan kreator muda Yupnical Saketi (seniman bertopeng) dari Jambi yang mengusung karya kreatifnya dalam media instalasi --di Sumatera masih terbilang baru-- dan Restu Wardana seniman ‘Patung’ dari Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dengan karya patung terbarunya berjudul ‘Terjerat’. Disamping itu dalam kesempatan ini juga diperkenalkan media kreatif termutahir yakni Performance Art (senirupa Pertunjukan) sebagai wahana eksebisi yang ditampilkan para seniman Bandung dan seniman Agus Joly dari Jakarta.

Maman Noor dalam motivasinya menyebutkan, “dalam waktu kedepan berbagai bentuk media kreatif lainnya sangat berkemungkinan akan muncul. Kalau sekarang Instalasi dan Performance Art masih dianggap baru, mungkin kedepan akan hadir lagi berbagai media kreatif lainnya. Mungkin akan lahir Hollogram Art, Cyber Art dan lain sebagainya. Jadi kenapa mesti diam dan tidak membuka diri untuk untuk berbuat dan mengembangkan kemampuan” sebutnya seperti berpesan.

Namun sebagai konsekwensi dari sebuah pertikaian estika dalam forum Pameran dengan standar kualitas serta konsep kuratorial ketat akan berdampak semakin sedikitnya jumlah karya dan seniman (Perupa) yang dapat berperan serta berpameran. Pasalnya seniman atau karya yang dapat ikut dalam Pameran tersebut harus melalui sistem kurasi yang sangat ketat. Dilakukan kurator Nasional Maman Noor dengan du Ko-kurator yang salah satunya Subardjo.

Perubahan-perubahan yang terjadi di PSRDPS bukan sekedar ajang silaturahmi budaya semata. Lebih dari itu ajang ini menjadi parameter kualitas pergulatan Perupa Sumatera dewasa ini.

Dari aspek sosiologi dan kulturalnya, inilah saat terbukanya ruang komunikasi dan lingkaran (pergaulan) yang meluas. Perupa Sumatera memperluas dan mengokohkan posisi --juga menengok riwayat-- dan menghormati para pelakunya merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi diri (melacak indentitas) serta mengukuhkan eksistensi.

· PLDPS X Jambi, Tahun 2007

Dalam kesempatan ini penyelenggara berusaha menjadikan masa lalu sebagai pembelajaran yang takternilai dan patut dimaknai menuju masakini yang lebih baik, “SUMATERA CONTEMPORARY ART” adalah tema yang dipilih dengan penuh pertimbangan dalam artian secara filosofi dan Nilai-nilai yang terkandung pada sebuah karya lukis tentu tidak lepas begitu saja dengan latarbelakang dan pengalaman pelukisnya tetapi kecerdasan menjangkau kekinian pemikiran tentang teknologi, sosial, politik , ekonomi dan budaya yang berkembang pada masa kini hendaknya tercermin pada karya-karya terbaik yang dihasilkan oleh para pelukis Sumatera.

* Ketua Panitia PLDPS X Jambi 2007
* Ketua Himpunan Senirupawan Indonesia Jambi

Tidak ada komentar: